Beranda | Artikel
Pelajaran Tentang Manhaj Salaf
Sabtu, 23 Januari 2021

PELAJARAN TENTANG MANHAJ SALAF

Oleh
Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Ubailan

Pembahasan Pertama
Yang Dimaksud Dengan Salafush Shalih

Etimologi (Secara bahasa)
Ibnul Faris berkata : Huruf sin dan lam dan fa’ adalah pokok yang menunjukkan “makna terdahulu” termasuk Salaf dalam hal ini adalah “orang-orang yang telah lampau” dan arti dari القوم السلاف “al-qoumu as-salaafu” artinya : mereka yang mereka yang telah terdahulu.

Terminologi (Secara istilah)
Para peneliti berbeda pendapat dalam mengartikan istilah “Salaf” ini dan terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan, pendapat-pendapat ini banyak sekali, tetapi yang paling penting ada 4 pendapat :

  1. Sebagian peneliti berpendapat (dengan) membatasi madzhab Salaf pada suatu zaman tertentu dan tidak melebihi zaman itu, kemudian mereka yang berpendapat seperti ini menganggap, bahwa Pemikiran Islami” telah berkembang sesudah itu, dikembangkan oleh orang-orang yang berpendapat seperti ini.
  2. Sebagian lainnya berpendapat bahwa Salaf adalah mereka yang bersandar pada nash-nash (teks-teks) saja, dan tidak bersandar pada akal sedikitpun dan bahwasanya mereka pasrah kepada nash-nash tanpa memahami apa yang ditunjukkan oleh nash-nash itu, lalu mereka menyerahkan maknanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan bahwasanya mereka tersibukkan dengan berbagai macam ibadah serta hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah Subahanhu wa Ta’ala yang mereka pandang paling bermanfaat.
  3. Dan kelompok yang lain menyangka bahwa ilmu yang tumbuh dan berkembang dari pelajaran-pelajaran akal dalam ilmu kalam, berasal dan tumbuh dari madzhab Salaf itu sendiri, dan bukanlah disebabkan pengaruh dari luar (Islam).
  4. Ada juga yang menyangka bahwa madzhab Salaf adalah berdasarkan tujuan-tujuan dan aliran-aliran, dan bahwasanya aliran-aliran ini walaupun berbeda-beda dalam manhaj (metode) tapi diambil dan tumbuh di tangan ulama’ Islam.

Dan mereka yang berpendapat seperti ini telah keliru dalam menentukan yang dimaksud dengan Salaf, yang demikian itu disebabkan karena mereka melihat pada masalah ini berdasarkan pada pokok-pokok manhaj, yang dan tidak bertolak dari sandaran /pijakan syariat yang jelas dan tidak ada yang jelas.

Dan agar kita sampai pada pemahaman yang benar yang dapat menentukan maksud dari “Salaf” dengan penentuan yang cermat, maka kita diharuskan mengambil pelajaran pada beberapa perkara yang penting dari masalah ini.

Perkara Pertama
Mengenal penentuan berdasarkan zaman untuk menerangkan permulaan madzhab Salaf.

Dan pendapat penting masalah ini bermacam-macam juga, serta terbagai menjadi empat pendapat :

  1. Di antara para ulama’ ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja.
  2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Shahabat).
  3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka yang hidup pada 300 tahun pertama.

Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama’ ahli sunnah berpendapat adalah pendapat ketiga. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama 300 tahun (1 H – 300H) yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Perkara Kedua
Bahwa penentuan zaman tidak cukup untuk memahami makna Salaf, karena kita melihat bahwa kebanyakan dari kelompok-kelompok yang menyimpang dan bid’ah-bid’ah muncul pada masa itu.

Keberadaan seseorang pada zaman itu (1H-300H) , tidak cukuk untuk menghukuminya sebagai seseorang yang berjalan di atas madzhab Salafush Shalih, selama tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, dalam perkataan dan perbuatannya, ia (harus) ittiba (mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah) dan bukan berbuat bid’ah (perkara yang tidak terdapat contohnya dalam agama)

Kita menyaksikan kebanyakan para ulama’ membatasi istilah istilah Salaf ini dengan menambah kata shalih (salafus shalih. Seandainya penggunaan kata (salaf) secara mutlak (tanpa penambahan kata shalih) dibolehkan, tentunya para ulama telah menggunakan istilah itu.

Oleh karena itu kata “Salaf” ketika diucapkan secara mutlak wajib untuk diartikan dengan makna para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Tabi’in (orang-orang yang berguru kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan orang-orang sesudah mereka, dengan syarat (orang tersebut) berpegang teguh pada metode mereka, dan tidak hanya bermakna orang-orang terdahulu saja.

Perkara Ketiga
Bahwa sesudah (adanya) kelompok-kelompok menyimpang dan terjadinya perpecahan, maka kandungan “arti” Salaf senantiasa diterpakan pada “orang yang menjaga keselamatan aqidah (keyakinan) dan Manhaj Islami” sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih yang hidup pada tiga generasi yang penuh dengan keutamaan. Dan sebagian dari para ulama’ ada yang mengistilahkan Salaf dengan nama-nama lain yang sesuai dengan syari’at Islam yaitu Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, hanya saja kata Salaf lebih khusus (maknanya) dari kata Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Pembahasan Kedua.
Dalil-dalil yang menunjukkan kewajibnya mengikuti Salafush Shalih dan berpegang teguh pada madzhab mereka.

Dalil Dari Al Qur’anul Karim.

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” [An-Nisa/4 : 115]

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” [At-Taubah/9 : 100]

Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti jalan selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaanNya bagi siapa yang mengikuti jalan mereka.

Dalil dari Hadits
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata :

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ مِنْ بَعْدِهِمْ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَتُهُمْ أَيْمَانَهُمْ وَأَيْمَانُهُمْ شَهَادَتَهُمْ

Rasulullah telah bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya”. [Muttafaqun alaihi]

Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah ssesat” [Hadits Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Darimi]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup sepeninggal beliau. Yang demikian itu ketika mereka terjatuh ke dalam perselisihan dan perpecahan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang “Firqatun Najiyah” kelompok yang selamat) dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِي

Kelompok yang selamat adalah) kelompok yang berpijak di atas pemahamanku hari ini dan pemahaman shahabat-shahabatku”.

Maka pengikut mereka (Salafush Shalih) adalah termasuk kelompok yang selamat yang selamat, dan (mereka) yang menjauhi Salafush Shalih adalah termasuk orang-orang yang diancam (dengan siksa).

Dalil dari Perkataan Salafush Shalih
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi”.

Demikian pula ia berkata berkata : “Barang siapa di antara kalian ingin mencontoh, maka hendaklah mencontoh para Shahabat Rasulullah, karena mereka adalah ummat yang paling baik hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang paling baik keadaannya dan paling lurus petunjuknya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus”.

Imam Al Auza’i berkata : “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) lelusa pula bagi mereka”

Pokok-Pokok Manhaj Salaf
Dalam Masalah Aqidah/Keyakinan.

  1. Dalam masalah pengambilan I’tiqad (keyakinan) mereka membatasi pengambilan hanya dari Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah hadits) Rasulullah.
  2. Mereka berhujjah dalam maslah aqidah dengan hadits-hadits shahih, dan mereka tidak membedakan antara hadits Mutawatir (periwayat haditsnya banyak), dengan hadits ahad (periwayat haditsnya hanya satu). Dan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab mereka, dimana hadits-hadits tersebut terdapat pembicaraan tentang kesahihannya, tidaklah mereka cantumkan (dalam kitab-kitab mereka) untuk menetapkan pokok-pokok atau dasar-dasar, akan tetapi hanyalah untuk memperlihatkannya sebagaimana mereka tulis hadits-hadits itu dengan sanad-sanadnya.
  3. Mereka (yang berpegang pada metode salaf) memahami nash-nash (teks-teks ayat dan hadits) berdasar dengan perkataan Salafush Shalih, tafsir-tafsir (keterangan-keterangan) Salafush shlaih, dan nukilan-nukilan mereka.
  4. Menyerah dan tunduk terhadap wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala (Al Qur’an) dan memberikan pada akal pikiran fungsinya yang hakiki, dan tidak mendalami perkara yang ghaib, yang mana akal tidak sampai padanya.
  5. Tidak memperndalam dalam ilmu kalam dan falsafah serta menolak penakwilan secara ilmu kalam.
  6. Mengumpulkan di antara nash-nash pada satu masalah.

Beberapa Keistimewaan Aqidah Salaf yang Dengannya Ia Tampil Beda dari Firqah (Kelompok) Lainya.
1. Aqidah Salaf diambil dari “mata air yang jernih” yaitu Al Qur’an dan Al Hadits jauh dari kotoran hawa nafsu dan subhat-subhat (kesamaran-kesamaran) dan tidak ada ta’wil-ta’wil yang dikutip dari luar.

2. Aqidah Salaf akan meninggalkan dalam jiwa rasa tenang dan tentram, dan menjauhkan seorang muslim dari keragu-raguan serta dugaan-dugaan.

3. Aqidah Salaf menjadikan kedudukan seorang muslim, sebagaimana kedudukan seorang yang mengagungkan Al Qur’an dan sunnah. Karena ia mengetahui bahwa segala apa yang terdapat dalam Al Qur’an dan hadits (yang shahih) adalah haq yang benar dan pada yang demikian itu terdapat keselamatan yang besar, dan keistimewaan yang besar.

4. Aqidah Salaf akan membentuk suatu sifat yang telah diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu sifat yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا  فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [An-Nisa/4 : 65]

5. Aqidah Salaf akan menghubungkan dan mengikat seorang muslim dengan Salafush Shalih

6. Aqidah Salaf akan menyatukan barisan-barisan kaum muslimin dan menyatukan kalimat mereka, karena aqidah Salaf melaksankan firman Allah.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” [Ali Imran/3 : 103]

7. Dalam aqidah Salaf terdapat keselamatan bagi orang yang berpegang padanya, serta memasukkannya dalam golongan orang yang mendapat kabar gembira dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kemenangan di dunia, serta keselamatan di akhirat.

8. Bahwa berpegang teguh dengan aqidah Salaf adalah salah satu sebab yang terbesar untuk kokoh dalam agama.

9. Aqidah Salaf sangat memberi pengaruh yang besar pada perangai dan akhlaq orang yang berpegang teguh padanya. Kemudian aqidah Salaf juga merupakan sebab yang terbesar untuk istiqomah pada agama Allah Subahanhu wa Ta’ala.

10. Aqidah Salaf adalah sebab yang terbesar dalam mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan mendapatkan keriadhaanNya kemudian apa telah kita bicarakan ini menggiring kita kepada pembicaraan yang mempunyai hubungan erat dengan pembahasan diatas ; yaitu :

Kekhususan Manhaj Salaf
1. Kekokohan Salafush Shalih di atas kebenaran dan tidak adanya sikap berpindah-pindah (berbalik) sebagaimana sikap ini adalah adat kebiasaan Ahlul hawa (para pengikut hawa nafsu). Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu: “Sesungguhnya kesesatan yang benar-benar sesat adalah engkau mengetahui (menganggap baik) apa yang tadinya engkau ingkari, dan engkau mengingakri apa yang tadinya engkau ketahui, hati-hatilah engkau dari sikap yang berganti dalam agama, karena sesungguhnya agama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Secara global (dapat dikatakan) kekokohan dan kemantapan pada ahli hadits dan sunnah. Berlipat ganda dari apa yang terdapat pada ahli kalam dan falasifah”.

Yang demikian itu sebagai bukti bahwa apa yang menjadi pijakan mereka adalah kebenaran dan petunjuk.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Sesungguhnya apa yang terdapat pada kaum awam muslimin dan kalangan Ahlus Sunnah Waljama’ah berupa pengetahuan, keyakinan dan ketenangan, tetapnya dalam kebenaran, perkataan yang kokoh dan pasti, adalah perkara yang tidak dapat di ingkari kecuali oleh orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala lenyapkan akal dan agamanya”.

2. Sepakatnya Salafush Shalih dalam masalah aqidah dan tidak adanya perselisihan di antara mereka (dalam masalah aqidah) meskipun zaman dan tempat mereka berbeda. Imam Al Asbahani menggambakan sifat ini dengan perkataannya : “Dan sebagian dalil yang menunjukkan bahwasanya ahli hadits berada di atas al-haq adalah, jika engkau menelaah seluruh kitab-kitab mereka yang ditulis sejak generasi awal hingga generasi akhir, dengan perbedaan negara dan zaman mereka, serta jauhnya jarak tempat tinggal antar mereka, masing-masing mereka tinggal pada benya yang berlainan, kamu akan dapati mereka dalam menjelaskan masalah I’tiqad (keyakinan) mereka berada dalam satu cara dan satu jalan. Mereka berjalan diatas satu jalan dengan tidak menyimpang dan berbelok, perkataan mereka tentang I’tiqad adalah satu, dan keluar dari lisan yang satu. Serta nukilan mereka satu, kalian tidak akan jumpai perbedaan diantara mereka meskipun sedikit. Bahkan jika engkau kumpulkan semua yang pernah terlintas di atas lisan-lisan mereka (yang mereka nukil dari salaf) engkau akan jumpai seakan-akan datang dari hati yang satu dan dari lisan yang satu pula. Maka adakah dalial yang lebih jelas dari yang menunjukkan akan kebenaran (mereka) ?”

3. Keyakinan ahli hadits bahwa jalan Salafush Shalih adalah lebih selamat, lebih mengetahui, lebih bijaksana, tidak sebagaimana perkataan yang dida’wahkan ahli kalam, bahwa jalan jalan Salafush Shalih lebih selamat sedangkan jalan khalaf (mereka yang hidup setelah salafus shalih) lebih mengetahui dan lebih bijaksana.

Syaikhul Islam berkata dalam bantahannya terhadap perkara yang dibuat-buat ini : “Sungguh mereka telah berdusta atas jalan Salafush Shalih, dan mereka sesat dalam membenarkan jalan khalaf (mereka yang hidup setelah Salafus Shalih), maka mereka mengumpulkan antara kebodohan terhadap jalan Salafush Shalih dalam berdusta atas mereka dengan kebodohan serta kesesatan dalam membenarkan jalan khalaf”.

4. Bahwa Salafush Shalih adalah manusia yang paling tahu pada keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, perbuatan dan perkataan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh karena itu mereka adalah manusia yang paling cinta terhadap sunnah Nabi dan manusia yang paling bersemangat untuk mengikuti sunnah Nabi, dan manusia yang paling banyak loyalitasnya (pertolongan dan mengikuti) terhadap
Ahlus Sunnah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Jika Rasulullah adalah makhluq yang paling sempurna dengan yang paling mengetahui hakikat-hakikat, dan yang paling lurus perkataannya dan keadaannya, maka sudah pasti manusia yang lebih mengetahui terhadap Rasulullah adalah makhluq yang lebih mengetahui tentang itu semua, dan adalah manusia yang paling banyak kesusaian dengan Rasulullah dan paling banyak menyontoh beliau adalah makhluq yang paling utama”.

Yang demikian itu akan jelas, bahwa para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling berhak dan yang paling pantas untuk menjadi Tha’ifah Al Mansyurah (kelompok yang mendapat pertolongan) dan Firqatun Najiyah (kelompok yang mendapat keselamatan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Dengan ini akan jelas, bahwa manusia yang paling pantas menjadi Firqah Najiyah (golongan yang selamat) adalah ahli Hadits dan Sunnah, yang mana tidak ada pada mereka manusia yang mereka ta’ashub (fanatik) padanya kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ahli hadits adalah manusia yang paling mengetahui terhadap perkataan dan keadaan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan manusia yang paling mampu membedakan antara hadits yang shahih dan hadits yang tidak shahih”.

Dan Imam-Imam ahli hadits adalah orang-orang yang faqih (mengerti) tentang hadits dan ahli dalam mengetahui makna-makna hadits (mereka) membenarkan, mengamalkan dan cinta (terhadap hadits-hadits itu) dan bersikap loyal (memberikan pertolongan dan mengikuti) terhadap orang yang loyal kepada hadits, dan mereka memusuhi terhadap orang-orang yang memusuhi hadits-hadits.

5. Dan yang paling istimewa dari keistimewaan Tha’ifah Al Mansyurah (kelompok yang selamat) adalah semangat mereka dalam menyebarkan aqidah shahihah dan agama yang lurus ini, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Rasul-Nya membawa agama Islam ini, dan keistimewaan yang lain adalah mengajar dan menunjuki manusia, serta menasihati mereka, disamping itu juga membantah orang-orang yang menyelisihi, serta membantah yang ahli bid’ah.

6. Para Salafush Shalih berada pada sikap ditengah-tengah diantara firaq (kelompok-kelompok, Syaikhul Islam Ibnu Tiamiyyah berkata : “Posisi ahli sunnah dalam agama Islam seperti keadaan ahli Islam di antara agama-agama lain”.

Kemudian beliau menjelaskan di tempat lainnya tentang sikap (posisi) ahli sunnah yang berada di tengah-tengah, beliau berkata :

  • Mereka berada di tengah-tengah dalam masalah sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu antara Ta’til (mereka yang menolak adanya sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan ahli Tamsil (mereka yang menyerupakan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala), dengan sifat makhlukNya.
  • Dalam masalah keyakinan terhadap ancaman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka berada di tengah antara kelompok Murji’ah dan kelokpok Qadariyyah dan selain mereka.
  • Dalam masalah yang membahas iman dan agama berada di tengah antara kelompok Khawarij serta Murji’ah dan Jahmiyyah.
  • Dalam masalah Shahabat-Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tengah antara kelompok Syi’ah Rafidhah dan kelompok Khawarij.

7. Keistimewaan dari manhaj Salaf (yang lain) adalah sikap para Salafush Shalih yang berpegang teguh pada nama-nama dan istilah-istilah yang berdasarkan syari’at.

8. Keistimewaan yang lain, para Salafush Shalih sangat bersemangat untuk berjama’ah serta bersatu, dan mereka menda’wahkan untuk itu, serta menganjurkan manusia padanya, dan membuang sikap perselisihan dan perpecahan, lalu memperingatkan manusia darinya, hal ini bisa dilihat dari nama mereka yang masyhur adalah “Ahlus Sunnah Wal Jama’ah” (orang yang mngikuti Sunnah dan berjama’ah/bersatu) dan hal ini sebagaimana terdapat dalam pokok-pokok ilmu (ajaran mereka), demikian juga hal terwujud dalam kehidupan mereka dengan bukti nyata, diwujudkan dalam kehidupan mereka dengan bukti nyata, diwujudkan dan dan diamalkan.

Selesai dengan memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan shalawat serta salam (kita sampaikan) kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

(Majalah Al-Ashalah edisi 23 hal 33)

[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirrah Al-Islamiyah, edisi Th I/No : 05/1424/2003, Diterbitkan Ma’had Ali Al-Irsyad Jl Sultan Iskandar Muda 45 Surabaya]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/27520-pelajaran-tentang-manhas-salaf.html